Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya kalau kita utang di bank dengan tujuan mengembangkan usaha. Apakah ini termasuk hutang yang dilarang agama? Terima kasih
Bagaimana hukumnya kalau kita utang di bank dengan tujuan mengembangkan usaha. Apakah ini termasuk hutang yang dilarang agama? Terima kasih
Dari: Saiful Rijal
Jawaban:
Bismillah
Disebutkan dalam hadis
dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُوكِلَهُ، وَشَاهِدَيْهِ،
وَكَاتِبَهُ
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat
orang yang makan riba, pemberi makan riba, dua saksi transaksi riba, dan orang
mencatat transaksinya.” (HR. Turmudzi, Ibnu Majah dan disahihkan Al-Albani)
Dalam riwayat yang
lain, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَةً: آكِلَ الرِّبَا، وَمُوكِلَهُ،
وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat
10 orang: pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksi transaksi riba, dan orang
mencatat transaksinya.” (HR. Ahmad 635).
Dalam riwayat Baihaqi
terdapat tambahan:
وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menegaskan:
“Mereka
semua sama.” (Baihaqi dalam As-Shugra, 1871).
Siapakah pemberi makan riba?
Dalam Aunul Ma’bud
Syarh sunan Abu Daud dinyatakan:
وَموكِلَهُ أَيْ
مُعْطِيَهُ لِمَنْ يَأْخُذُهُ
“Pemberi makan”
maksudnya yang memberikan riba kepada orang yang mengambilnya. (Aunul Ma’bud, 9:130)
Dan masih banyak
penjelasan lainnya, yang semuanya memberikan kesimpulan bahwa “pemberi makan
riba” adalah nasabah yang berutang ke rentenir atau bank. Konsekuensinya, dia
harus memberikan bunga kepada bank. Meskipun dia sama sekali tidak makan riba
itu, tapi bank-lah yang makan.
Al-Khatib mengatakan,
سوى بينهما في الوعيد
لاشتراكهما في الفعل وتعاونهما عليه وإن كان أحدهما مغتبطا والآخر مهتضما
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan ancaman yang sama pada keduanya, karena mereka
sama-sama terlibat dalam perbuatan itu (transaksi riba) dan saling membantu
untuk melakukannya. Meskipun yang satu untung dan yang satu terzalimi.” (Faidhul Qadir, 1:53)
Berdasarkan kesimpulan
di atas, meminjam dari bank meskipun untuk tujuan usaha yang halal, statusnya
terlarang. Karena bagaimanapun bank akan mempersyaratkan riba, meskipun bisa
jadi usahanya untung besar, dan bisa menutupi cicilan bank. Namun hakikatnya itu bukan bagi hasil, tapi itu riba yang telah ditetapkan nilainya di awal transaksi. Sebagai orang
yang beriman, tentu kita tidak ingin mendapatkan laknat dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar